Rabu, 18 Mei 2011

Renungan di usia-ku ke-25

Bulan yang berat, terasa banyak ujian menghampiri, tapi itulah bukti kasihsayang-Nya yang tak terbatas. AllahuRabbi. Detik detik lelah menerpa, aku rindu, aku rindu mendekati-Mu..


Serenade memori kamar biru laut


Aku tergeletak di atas meja, kupandangi sekeliling dinding penuh dengan kertas-kertas kecil yang berjejer di dalamnya huruf-huruf.


Aku bukan tuna aksara, setidaknya sedikit demi sedikit aku bisa mengeja huruf menjadi kata. Karena tubuhku terdiri dari huruf-huruf yang merangkai diri menjadi kata. Dan kata-kata yang merelakan dirinya dirangkai menjadi kalimat. Berbeda bentuk memang, tapi kami adalah yang mereka sebut sebagai bahasa.


Banyak huruf-huruf yang menceritakan diriku di sana, semua menempel di dinding itu. Betapa ia mencintai diriku walau dengan susah dan payah. Betapa ia ingin bersamaku hingga akhir hembusan nafasnya. Betapa..betapa..betapa. Tak terasa ada kristal bening yang perlahan turun dari mataku, aku terharu.


Kau tahu? warna ruangan ini biru lembut yang mengingatkanku pada laut, begitupula aku. Biru sudah menjadi bagian diriku, sama seperti ruangan ini.


Setiap pagi-pagi sementara mentari masih buta dan tetesan embun menggoda kokok ayam untuk sahut menyahut. Ia menyapaku, dengan sapaan terindahnya. Aku suka suaranya yang merdu dan setiap lantuan indah yang menggelitik malam untuk terbangun mendengar alunannya dengan seksama.


Seperti hari ini, ia menyapaku dengan senyuman terindahnya. Ah, suara itu...suara yang aku rindukan tiap harinya seperti rindunya padaku.


Ia berusaha mengingatku, meski lupa lagi lupa lagi.


Ia tahu aku pencemburu, dan tak pernah membiarkan ingatannya bercampur dengan ingatan selain aku atau aku akan lenyap dari neuron-neuron di dalam kepalanya.


Untukku, ia rela mengurangi peraduan malamnya. Ia rela mengorbankan waktunya di depan layar biru putih bernama facebook. Ia selalu merindukan sapaan kawan-kawannya dari kotak kecil dan ikon bulat-bulat kuning lucu yang mereka kenalkan padaku sebagai yahoo! messenger. Tapi ia merelakan waktunya untuk menyapaku, bukan menyapa kawan-kawannya.


Apa yang ia harapkan dariku? karena aku cuma sebuah buku bersampul biru kesayangannya yang coba ia hafalkan meskipun lupa lagi, lupa lagi. Mungkin berharap aku kan menolongnya di hari akhir nanti, memberi syafa'at padanya. Atau mungkin ia merindukan sebuah mahkota yang disematkan sebagai tanda penghargaan untuk ummi abinya kelak.


Ah, ia adalah pemilikku sebuah buku bersampul biru bernama al qur'an. Ia begitu mencintaiku, dan aku tak pernah melihat seorang yang mencintaiku sepertinya.


--

cerpen (atau puisi prosa?) by Izzatun Nafsi
30062010,

kado ultah terindah, istiqomahkan kami semua, Ya Rabb